BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bahasa
dan budaya merupakan dua sisi mata uang yang berbeda, tetapi hubungan kedua hal
tersebut tidak dapat dipisahkan, karena Bahasa merupakan cermin Budaya
dan identitas diri penuturnya. Hal ini berarti, apakah Bahasa dapat
mempengaruhi Budaya masyarakat atau sebaliknya?, sehingga Bahasa dapat
menentukan kemajuan dan “mematikan” Budaya bangsa?
Bahasa
dan Budaya adalah 2 hal yang saling terkait. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya fenomena atau realita yang menunjukan adannya hubungan antara bahasa
dan budaya. Hubungan tersebut bisa berupa transformasi, saling mempengaruhi,
dan lain sebagainya. Menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer
dan Leonie dalam bukunya Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan.
Jadi, hubungan antara Bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang
subordinatif, dimana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. Namun ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan
yang koordinatif, yakni hubungan yang sederajat, kedudukannya sama tinggi.
Budaya yaitu
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau pikiran) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan pikiran manusia. Dalam bahasa
inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Pengajaran bahasa sering dipisahkan dari pengajaran budaya, bahkan ada yang
menganggap bahwa bahasa tidak ada hubungannya dengan budaya. Memang diakui
bahwa budaya penting untuk dipahami oleh pemelajar bahasa, tetapi pengajarannya
sering terpisah dari pengajaran bahasa.
1.2
Rumusan Masalah
a. Apa pengertian bahasa Indonesia ?
b. Apa hubungan bahasa dan budaya ?
c. Apa fenomena antara bahasa dan budaya ?
d. Apa Pengaruh budaya terhadap perkembangan bangsa ?
1.3
Tujuan
a. Dapat mengetahui pengertian bahasa Indonesia
b. Dapat mengetahui hubungan bahasa dan budaya
c. Dapat mengetahui
fenomena antara bahasa dan budaya
d. Dapat mengetahui
Pengaruh budaya terhadap perkembangan bangsa
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN BAHASA INDONESIA
Bahasa
adalah ucapan / tulisan verbal untuk menyatakan dan mengungkapkan sebuah ide /
gagasan. Bahasa Indonesia adalah bahasa melayu yang diesmikan sebagai bahasa
resmi Republik Indonesia.
Tiga Fungsi Bahasa:
1.
Bahasa
sebagai ekspresi diri
Bahasa
berfungsi mengekspresikan suatu keadaan / kondisi diri manusia secara langsung
(lisan) maupun tidak langsung (tulisan) berupa perasaan dan aspirasi.
Adanya
bahasa verbal ini seseorang dapat mengungkapkan apa yang ada di dalam benak
atau pikirannya.
Contoh:
percakapan, puisi, surat pembaca, surat cinta, dan seterusnya.
2.
Bahasa
sebagai alat berpikir
Bahasa
berguna untuk merumuskan sebuah pemikiran. Bahasa terdiri dari satuan tata
bahasa (gramatika) yang mengorganisir kata-kata menjadi susunan yang bermakna.
Sumbangan
bahasa bagi kehidupan jelas sangat besar. Kelangsungan segala kegiatan manusia,
salah satunya disebabkan adanya bahasa. Tanpa bahasa verbal ini, kita tidak
bisa memiliki bayangan kehidupan seperti
yang kita alami sekarang ini.
Bahasa
membantu manusia dalam mengabstraksikan segala sesuatu terkait kehidupannya dan
mengambil tindakan sesuai dengan tujuannya.
Contoh:
buku, artikel, iklan, dan sebagainya.
3. Bahasa sebagai alat
komunikasi
Adanya
tata bahasa (gramatika) dan kata-kata yang konstan maknanya dalam bahasa, maka
bahasa verbal adalah satu-satunya sarana untuk berkomunikasi antarmanusia.
Bahasa membantu manusia tidak saja mengekspresikan/mengungkapkan ide dan alat
berpikir, tetapi bahasa membuat manusia dapat memahami satu sama lain.
Hakikat
komunikasi dalam bahasa ini adalah sebuah sarana atau alat agar berbagai hal
dapat disampaikan/dikomunikasikan kepada pihak lain. Adanya komunikasi
inilah yang mensyaratkan adanya
interaksi/hubungan sosial di masyarakat.
Contoh:
1.
Percakapan sehari-hari secara langsung maupun tidak langsung, seperti lewat
SMS, chatting, FB, dst.
2.
Berita di TV, radio, media cetak, media internet.
3.
Perintah yang digunakan petugas parkir, dapat mengarahkan sebuah truk besar.
2.2
HUBUNGAN BAHASA DAN BUDAYA
Bahasa
adalah hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa dikatakan
kompleks karena di dalamnya tersimpan pemikiran-pemikiran kolektif dan semua
hal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Bahasa dikatakan aktif karena bahasa
terus berubah sesuai dengan perkembangan jaman dan budaya. Oleh karena sifatnya
tersebut, bahasa merupakan aspek terpenting dalam mempelajari suatu kehidupan
dan kebudayaan masyarakat. Bahasa juga merupakan suatu sistem komunikasi
maksudnya adalah suatu bagian atau subsistem dari sistem kebudayaan, bahkan
dari bagian inti kebudayaan. Lebih penting lagi, kebudayaan manusia tidak akan
mungkin terjadi tanpa bahasa karena bahasalah faktor yang menentukan
terbentuknya kebudayaan .Fungsi bahasa dalam arti luas dapat dipergunakan
sebagai media komunikasi untuk menyampaikan segala berlambang kebudayaan antar
anggota masyarakat. Sifat khas suatu kebudayaan memang hanya bisa
dimanifestasikan dalam beberapa unsur yang terbatas dalam suatu kebudayaan,
yaitu dalam bahasanya, keseniannya, dan dalam adat istiadat upacaranya. Bahasa
dan budaya, sangat erat dengan daya-daya kohesif dan saling mempengaruhi, serta
boleh dikatakan bahwa masing-masing entitas yang satu tidak bisa berdiri sendiri
tanpa peranan yang lain.
Manusia
Indonesia mempergunakan bahasa Indonesia sebagai wahana dalam berkomunikasi
dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa mempunyai
fungsi yang amat penting bagi manusia. Kedudukan bahasa Indonesia kini semakin
mantap sebagai sarana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam
hubungan formal.Bahasa Indonesia yang berperan sebagai bahasa persatuan dan bahasa resmi di wilayah Republik
Indonesia sudah mulai diminati oleh penutur asing untuk dipelajari. Sedemikian
eratnya hubungan antara kebudayaan dan bahasa sebagai wadahnya, hingga sering
terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan dari satu bahasa
ke bahasa yang lain. Hal ini menegaskan kita pada hubungan antara bahasa dan
kebudayaan, yaitu bahwa kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu
kebudayaan adalah melalui bahasanya. Semua yang di bicarakan dalam suatu
bahasa, terkecuali ilmu pengetahuan yang kita anggap universal, adalah tentang
hal-hal yang ada dalam kebudayaan bahasa itu. Bahasa juga merupakan produk
budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang
bersangkutan.
Ada
berbagai teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan
bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan
bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai
hubungan yang sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan.
Ada yang mengatakan
bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang ada dalam
kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang mengatakan
bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia atau masyarakat
penuturnya.
Menurut
Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Abdul Chaer dan Leonie dalam bukunya
Sosiolinguistik bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi, hubungan antara
bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di mana bahasa
berada dibawah lingkup kebudayaan. Namun pendapat lain ada yang mengatakan
bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif, yakni hubungan
yang sederajat, yang kedudukannya sama tinggi. Masinambouw menyebutkan bahwa
bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Kalau
kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam
masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana
berlangsungnya interaksi itu.
Dengan demikian
hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam, dua buah fenomena
sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai sistem
kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.
2.3
FENOMENA ANTARA BAHASA DAN BUDAYA
Bahasa
bukan saja merupakan "property" yang ada dalam diri manusia yang
dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar
persona. Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya
terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat
absolut; selalu ditentukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada
tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya.
Karena itu bahasa tidak pernah lepas dari konteks budaya dan keberadaannya
selalu dibayangi oleh budaya.
Dalam
analisis semantik, Abdul Chaer mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka
analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat
digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya kata ikan dalam bahasa
Indonesia merujuk kepada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan
sebagai lauk; dalam bahasa Inggris sepadan dengan fish; dalam bahasa banjar
disebut iwak. Tetapi kata iwak dalam bahasa jawa bukan hanya berarti ikan atau
fish. Melainkan juga berarti daging yang digunakan juga sebagai lauk (teman
pemakan nasi). Malah semua lauk seperti tahu dan tempe sering juga disebut
iwak.
Mengapa
hal ini bisa terjadi ? semua ini karena bahasa itu adalah produk budaya dan
sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Dalam budaya masyarakat inggris yang tidak mengenal nasi sebagai makanan pokok
hanya ada kata rice untuk menyatakan nasi, beras, gabah, dan padi. Karena itu,
kata rice pada konteks tertentu berarti nasi pada konteks lain berarti gabah
dan pada konteks lain lagi berarti beras atau padi. Lalu karena makan nasi
bukan merupakan budaya Inggris, maka dalam bahasa Inggris dan juga bahasa lain
yang masyakatnya tidak berbudaya makan nasi; tidak ada kata yang menyatakan
lauk atau iwak (bahasa Jawa).
Contoh lain dalam
budaya Inggris pembedaan kata saudara (orang yang lahir dari rahim yang sama)
berdasarkan jenis kelamin: brother dan sister. Padahal budaya Indonesia
membedakan berdasarkan usia: yang lebih tua disebut kakak dan yang lebih muda
disebut adik. Maka itu brother dan sister dalam bahasa Inggris bisa berarti kakak
dan bisa juga berarti adik.
Fenomena
lain, misalnya budaya inggris dan budaya Indonesia memandang waktu sehari
semalam yang 24 jam itu. Pukul satu malam budaya inggris mengatakan Good
morning alias selamat pagi; padahal budaya Indonesia mengatakan selamat malam
karena memang masih malam, matahari belum terbit. Sebaliknya pukul sebelas
siang, buadaya barat masih juga mengatakan selamat pagi; padahal budaya
Indonesia mengucapkan selamat siang karena memang hari sudah siang, matahari
sudah tinggi.
Selain itu dalam bahasa
yang penuturnya terdiri dari kelompok-kelompok yang mewakili latar belakang
budaya, pandangan hidup dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata
bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan. Umpamanya kata
butuh dalam masyarakat Indonesia di Pulau Jawa berarti perlu, tetapi dalam
masyarakat Indonesia di Kalimantan berarti kemaluan. Demikian pula dalam bahasa
jawa terdapat tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya, tingkat tutur karma
misalnya kata aku, kulo, dalem kawula atau kata kowe, sampeyan, panjenengan,
paduka. Tingkat tutur ngoko memiliki makna rasa tak berjarak antara orang
pertama dengan orang kedua misalnya. karma adalah tingkat yang memancarkan arti
penuh sopan santun antara sang penutur dengan mitranya. Madya adalah tingkat
tutur menengah yang berada antara ngoko dan karma. Banyak orang menyebut bahwa
tingkat tutur ini setengah sopan dan setengah tidak sopan.
Orang
bogor memanggil remaja lelaki dengan panggilan Neng sedangkan panggilan itu
biasanya untuk anak perempuan atau wanita muda di Bandung. Sedangkan orang
makassar dan Ambon menggunakan kata bunuh (yang tentu sinonimnya matikan) untuk
listrik, lampu televisi dan radio. Seperti dalam kalimat “tolong bunuh
lampunya”, sudah siang. Sementara itu kata bujur yang berarti pantat bagi orang
Sunda, ternyata berarti “terima kasih” bagi orang Batak (Karo), dan “benar”
bagi orang Kalimantan Selatan (Banjarmasin).
Begitu juga bahasa Arab
yang mempunyai puluhan nama untuk buah kurma mulai dari yang masih di pohon,
yang baru dipetik, sampai yang telah kering. Seperti الجرام kurma kering, الرطب
kurma matang, الفاخز kurma yang tidak ada isinya, الدمال kurma busuk, dan التمر
kurma.
Begitu
juga bahasa jawa sebagaimana disebutkan Abdul Wahab, yang adakaitannya dengan
kelapa. Dalam bahasa Jawa kita mengenal janur (daun muda kelapa), blarak (daun
tua kelapa), sada (lidi atau tulang daun kelapa), plapah (tempat daun kelapa
melekat), tebah (sekumpulan lidi untuk menghalau atau menangkap lalat atau
nyamuk), manggar (srangkaian kuntum bunga kelapa), mandha (tunas kelapa),
bluluk ( buah kelapa yang masih sangat muda dan belum berair), cengkir (buah
kelapa muda bertulang tempurung lunak tapi belum berdaging), degan (buah kelapa
muda yang sudah bedaging lunak), krambil (kelapa ang sudah tua dan dapat
dipakai sebagai bahan minyak goreng), glugu (batang kelapa sebagai bahan
bangunan).Uraian di atas menunjukan bahwa tak diragukan lagi bahwa budaya suatu
bangsa tercermin dalam bahasanya.
Beberapa keistimewaan
bahasa tersebut dipakai suatu bangsa, atau daerah tertentu untuk membatasi
cara-cara berpikir dan pandangan bangsa atau daerah yang bersangkutan terhadap
fenomena tempat mereka hidup. Dengan demikian sususan bahasa dan keistimewaan
lain yang dimiliknya merupakan faktor dasar bagaimana suatu masyarakat
memandang hakikat alam dan tempat mereka berada.
2.4
PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERUBAHAN BAHASA
Pengaruh
budaya terhadap bahasa dewasa ini banyak kita saksikan. Banyak kata atau
istilah baru yang dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah
ada. Hal tersebut karena dianggap kurang tepat, tidak rasional, kurang halus,
atau kurang ilmiah. Misalnya kata pariwisata untuk menggantikan turisme, kata
wisatawan untuk menggantikan turis atau pelancong. Kata darmawisata untuk
mengganti kata piknik; dan kata suku cadang untuk mengganti kata onderdil.
Kata-kata turisme, turis dan onderdil dianggap tidak nasional. Karena itu perlu
diganti yang bersifat nasional. Kata-kata kuli dan buruh diganti dengan
karyawan, babu diganti dengan pembantu rumah tangga, dan kata pelayan diganti
dengan pramuniaga, karena kata-kata tersebut dianggap berbau feodal.
Begitu juga dengan kata
penjara diganti dengan lembaga pemasyarakatan, kenaikan harga diganti dengan
penyesuaian harga, gelandangan menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tunasusila
adalah karena kata-kata tersebut dianggap halus ; kurang sopan menurut
pandangan norma sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih
terus akan berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya di
dalam masyarakat.
Begitu
juga bahasa yang diplesetkan yang tidak lepas dari perkembangan pengetahuan,
pertukaran budaya, dan kemajuan informasi sekarang ini. Sebagaimana Mansoer
Pateda mengatakan bahwa bahasa yang diplesetkan sangat berhubungan erat dengan
perkembangan pemakai bahasa untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan
kemauannya.16 Misalnya kata kepala diplesetkan menjadi kelapa, tolong
diplesetkan menjadi lontong, reformasi diplesetkan menjadi repot nasi,
partisipasi diplesetkan menjadi partisisapi. Begitu juga dalam kalimat misalnya
I am going to school menjadi ayam goreng to school
BAB
3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Di dunia terdapat
berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak
mengherankan bila terdapat kata-kata yang kebetulan sama atau hampir sama
tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimknai
secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda
boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketika mereka menggunakan kata yang sama.
Oleh karenanya suatu
masyarakat bahasa, dituntut adanya kesamaan atau keseragaman bahasa di antara
para anggotanya. Tanpa adanya keseragaman bahasa, hubungan sosial akan runtuh,
sebab di antara anggota masyarakat itu tidak akan terjadi saling mengerti dalam
berkomunkasi verbal.
Seperti halnya
Masyarakat Indonesia yang majemuk yang sangat kaya dengan berbagai macam bahasa
daerah memiliki bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Walaupun demikian
disisi lain perbedaan ini justru berfungsi mempertahankan dasar identitas diri
dan integrasi sosial masyarakat tersebut. Pluralisme masyarakat, dalam tatanan
sosial, agama dan suku bangsa, telah ada sejak nenek moyang, kebhinekaan budaya
yang dapat hidup berdampingan, merupakan kekayaan dalam khasanah budaya
Nasional, bila identitas budaya dapat bermakna dan dihormati, bukan untuk
kebanggaan dan sifat egoisme kelompok, apalagi diwarnai kepentingan politik.
Permasalahan silang budaya dan bahasa dapat terjembatani dengan membangun
kehidupan multi kultural yang sehat; dilakukan dengan meningkatkan toleransi
dan apresiasi antarbudaya. Yang dapat diawali dengan pengenalan bahasa dan ciri
khas budaya tertentu.
Dengan demikian sebagai
orang terpelajar harus bisa memposisikan diri dengan memperhatikan beberapa hal
sebagaimana Mudjia Rahardjo katakana bahwa penggunaan bahasa akan terus berbeda
tergantung pada situasi, yaitu apakah situasi itu publik atau pribadi, formal
atau informal, dengan siapa kita bicara, dan siapa yang mungkin ikut
mendengarkan kata-kata itu. Satu hal yang tak terpisahkan dari pilihan-pilihan
yang kita buat dalam penggunaan bahasa yaitu dimensi budaya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar